ecclesia reformata semper reformanda

WELCOME

Selamat datang
All of you are invited!!!

blog ini berisikan tentang renungan saya dalam kehidupan sehari-hari
selain itu ada beberapa karya ilmiah saya pada saat saya studi di sekolah teologi.

Semoga mendapatkan berkat melalui blog ini
Tuhan memberkati
HI FRIENDS, WELCOME TO MY BLOG.. I HOPE YOU LIKE IT..GBU ALWAYS

Sabtu, 14 Agustus 2010

Sikap Orang Kristen Terhadap Lingkungan

Perusakan bumi dapat dikatakan dimulai sejak adanya revolusi industri, di mana mesin-mesin uap dipakai untuk menggatikan tenaga manusia.  Sejak saat itulah mesin-mesin (yang menghasilkan polusi) semakin bertambah jumlahnya.  Selain itu, ditambah dengan perkembangan alat transportasi seperti mobil dan motor sehingga menambah jumlah kadar polusi di udara.  Belum lagi penemuan lemari es dan minyak wangi yang menggunakan bahan yang menyebabkan berlubangnya ozon.  Semuanya ini diciptakan manusia untuk memuaskan dirinya tanpa melihat dampak yang terjadi pada alam.
Namun, ada sebagian manusia yang mulai sadar dan mulai mengembangkan teknologi yang baik untuk alam.  Mereka mulai melihat dampak yang terjadi pada alam akibat ulah manusia.  Banyak usaha-usaha yang telah dilakukan untuk menghindari perusakan yang lebih parah lagi.  Melalui peringatan hari bumi inilah manusia harus sadar bahwa merekalah sang penghancur alam.

II.  Manusia dan Kebutuhannya
Pada Kejadian 1: 26 dikatakan bahwa manusia berkuasa atas segala isi bumi.  Ini dapat dikatakan bahwa segala isi bumi merupakan kebutuhan manusia.  Apakah hal  yang menjadi kebutuhan manusia?  Kebutuhan (need) harus dibedakan dengan keinginan (demand).[1]  Keinginan manusia dapat dikatakan tak terbatas, mengapa karena pastilah manusia menginginkan makanan yang lezat, mobil mewah, dan rumah mewah.  Ini berbeda dengan kebutuhan manusia, yang berarti sesuatu yang dibutuhkan manusia agar tetap eksis pada dunia ini.  kebutuhan manusia pada dasarnya adalah:[2]
1.      Makanan dan zat asam (oksigen) senagai sumber energi untuk menjalankan segala aktifitasnya.
2.      sistem perlindungan yaitu pakaian dan tempat berlindung
3.      penyaluran nafsu seksual
Namun, manusia seakan tidak pernah puas apabila hanya mendapatkan kebutuhan saja, sehingga mereka mencoba mencari cara untuk memuaskan keinginan mereka.  Mereka mulai mengembangkan teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.  Perkembangan teknologi pertama adalah alat-alat batu yang digunakan oleh zaman pithecanthropus.[3]  Sejak saat itulah, perkembangan teknologi yang dibuat manusia semakin pesat dan menemukan penemuan baru mulai dari mobil, motor, AC, kereta api, pesawat, dll.[4]
Perkembangan manusia pada zaman modern ini semakin merusak alam demi kepentingan pribadi maupun kelompok.  Negara-negara dengan ekonomi bebas berkembang ke arah pemasaran dalam arti penciptaan kebutuhan.  Banyak barang dibuat hanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.[5]  Selain itu, penemuan teknologi digunakan manusia untuk mengeksploitasi alam untuk memenuhi kebutuhannya sebagai contoh Freeport di Papua.  Ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah penyebab alam ini hancur melainkan karena manusia yang menggunakannya sebagai alat untuk memenuhi keinginan mereka.[6] 



III.  Akibat Eksploitasi Manusia terhadap Alam
Pada zaman sekarang, manusia menggunakan kekuasaannya untuk mengeksploitasi alam sebesar-besarnya.  Hutan merupakan salah satu contoh yang dieksploitasi manusia.  Di Indonesia, FAO menyebutkan bahwa setiap tahun rata-rata 1,871 juta hektar hutan di Indonesia hancur atau sekitar 2 persen dari luas hutan yang tersisa yaitu 88,495 juta hektar.[7]  Greenpeace juga menyatakan bahwa Indonesia merupakan Negara yang kehilangan hutan paling tinggi di dunia.[8]  Hutan-hutan di Indonesia ditebang dan dibakar oleh manusia (perusahaan) untuk memenuhi keuntungannya sendiri.[9]  Manusia mengeksploitasi hutan tanpa memikirkan ekosistem yang ada di hutan tersebut.  Sehingga ekosistem di hutan punah akibat ulah manusia.
Eksploitasi manusia tidak hanya terjadi di darat saja melainkan air dan udara juga dieksploitasi manusia untuk kepentingan dirinya sendiri.  Terumbu karang yang dapat dikatakan sebagai hujan tropisnya samudera[10] semakin berkurang akibat ulah manusia yang melakukan reklamasi tanah, meledakan bom di air untuk mendapatkan ikan-ikan.  Selain itu, pemanasan global akibat rumah kaca juga menyebabkan suhu air laut naik sehingga terumbu karang tidak dapat menyesuaikan diri dan rusak.[11]  Di Indonesia, pencemaran air laut juga terjadi akibat pembuangan limbah industri.  Pembuangan limbah ini menyebabkan air sungai dan laut tercemar bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia seperti merkuri.[12]  
Di udara, manusia menyebabkan terjadinya pemanasan global dengan banyaknya karbondioksida yang dihasilkan dari asap kendaraan dan asap pabrik.  Amerika Serikat merupakan penghasil karbondioksida terbesar di dunia, disusul Uni Eropa dan Cina.[13]   Sungguh disayangkan, Amerika Serikat menolak penandatanganan protokol Tokyo dengan alasan akan merugikan industri mereka.  Pencemaran udara ini mengakibatkan mencairnya gletser sehingga naiknya permukaan laut sehingga banyak pulau-pulau yang tenggelam.[14]  Yang paling terancam naiknya air laut adalah Negara-negara dengan pantai yang rendah, terutama delta-delta subur yang berpenduduk padat, diantaranya adalah Indonesia.[15]  
Pengeksploitasian manusia terhadap alam ini dapat dikatakan salah satunya adalah akibat meledaknya jumlah populasi manusia.  Jumlah penduduk dunia pada akhir abad 20 meningkat 78 juta setiap tahun maka, penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 7,8 Miliar pada tahun 2025 dan 8,9 Miliar pada tahun 2050.[16]  di Indonesia, laju pertumbuhan penduduk terus bertambah naik terutama di Pulau Jawa yang berpenduduk 60 % dari seluruh penduduk Indonesia.[17] Laju pertumbuhan penduduk tidak dapat diimbangi dengan ekosistem sehingga menyebabkan banyaknya kebutuhan manusia yang harus dipenuhi dan alam tidak mampu untuk memenuhinya.

IV.  Pengembangan IPTEK yang Ramah Lingkungan
Persoalan mengenai masalah perubahan iklim akibat pemanasan global sudah menjadi masalah yang fundamental di setiap Negara di dunia.  Banyak negara mulai mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak rumah kaca akibat polusi kendaraan dan industri.  Perkembangan teknologi ini merupakan kemajuan yang sangat berarti demi kepentingan manusia.
Para ilmuwan berusaha untuk mencari tenaga alternatif menggantikan bahan bakar yang tidak dapat dibaharui (bensin, minyak bumi, diesel) contohnya adalah tenaga matahari, biogas, panas bumi, dan angin.[18]  Namun permasalahan yang muncul untuk menggunakan energi alternatif seperti tenaga matahari adalah masalah biaya.  Dengan menggunakan energi matahari, maka tidak akan ada asap yang timbul.  Pembangkit listrik juga mulai digunakan, terutama di USA, dan Jerman.[19]  Zat biogas digunakan untuk mengganti bahan bakar minyak, bensin.  Di Austria, Biogas didapatkan dari rap kol lewat proses penjadian gas, dipergunakan untuk mesin-mesin pertanian, traktor-traktor.[20]  Panas bumi juga dapat dijadikan energi alternatif, keuntungan menggunakan energi ini adalah bersih, tidak membawa pencemaran alam, selalu dan di mana-mana tersedia, mudah diatur, tidak diperlukan pengangkutan, tidak diperlukan tempat besar.[21]
Banyak perusahaan yang berpendapat bahwa strategi perlindungan alam merugikan mereka.  Namun, argumentasi tersebut mulai ditolak oleh para ahli ekonomi, misalnya Thomas Dylick dari Universitas St. Gallen.  Sarana-sarana ekologis, menurutnya membawa keuntungan karena penggunaan bahan mentah berkurang.[22]  Oleh karena itu perkembangan teknologi yang ramah lingkungan ini tidak menghambat profit melainkan menguntungkan dan juga menyehatkan.

V.  Hubungan Teologi Kristen dengan Masalah Ekologi
Menurut David Kinsley ada empat permasalahan pokok dalam hubungan teologi Kristen dengan lingkungan hidup:[23]
1.      Teologi Kristen/Alkitab dianggap menjadi dasar pandangan yang berdampak negatif terhadap perkembangan spiritualitas lingkungan.
2.      Teologi Kristen/Alkitab mempunyai kecenderungan ekologis yang kuat dan menjadi sumber penting yang membangun kehidupan sporotualitas lingkungan
3.      Teologi Kristen dan Alkitab bersifat ambigu terhadap isu-isu lingkungan
4.      teologi Kristen dan Alkitab tidak menentukan kedudukan aktualnya terhadap isu-isu lingkungan tetapi ada tema tertentu atau pasal tertentu dalam Alkitab yang mendukung pandangannya terhadap lingkungan hidup.
Di sini dapat kita lihat bahwa Teologi Kristen mempunyai dua hal yaitu pandangan yang mendukung ekologi dan tidak mendukung ekologi.  Pandangan yang antiekologi dibagi menjadi bagian yaitu desakralisasi alam, antroposentrisme, dan dualisme.[24]
Desakralisasi alam merupakan penolakan kekristenan terhadap dunia kafir yang memandang bahwa alam ini sakral dan dipenuhi oleh roh-roh.[25] Penolakan ini bukan hanya terjadi pada kekristenan melainkan juga pada Yudaisme yang melihat alam sebagai salah satu ruang lingkup di mana Allah secara personal bertemu dengan manusia dan di mana ia dipanggil untuk menjalankan tanggung jawab.[26]  Jadi alam tidak pernah dilihat sebagai sesuatu yang khusus melainkan sebagai objek manusia untuk menjalankan perintah Allah seperti pada Kejadian 1:28.  dalam Kekristenan alam dijadikan objek sebagai cara untuk memperlihatkan pada dunia kafir bahwa alam itu tidak suci dan tidak mempunyai daya magis.[27]
Antroposentrisme mengajarkan bahwa manusia itu diangkat Allah untuk berkuasa atas dunia ini.[28]  Biasanya ayat-ayat yang dipakai adalah Kejadian 1:26-29; Kejadian 9:1-3, dan Mazmur 8:5-8.  Pada ayat-ayat ini, dunia diberikan Allah kepada manusia.  Oleh karena itulah, ayat-ayat ini sengaja dikutip untuk membenarkan pengeksploitasian alam oleh manusia.
Dualisme.  Banyak orang Kristen yang merendahkan alam dan materi pada umumnya.[29] Kekristenan meliht baha dunia ini tidak mempunyai sesuatu yang spiritual lagi.  Manusia dianggap sebagai makhluk yang dekat dengan Allah karena itu manusia yang paling tinggi sedangkan alam itu rendah.  Segala sesuatu yang ada di dunia menjadikan manusia sebagai pusatnya.[30]
Sejahrawan UCLA, Lynn White berpendapat bahwa karena akar (krisis ekologis) sebagian besar religius, obatnya pada hakikatnya adalah religius.[31]  Menurutnya, Kristianitas adalah agama paling antroposentrik sehingga dunia telah melihat Kristianitas mengajarkan bahwa kehendak Allah kepada manusia adalah untuk mengeksploitasi alam untuk tujuan-tujuannya sendiri.[32]  Penyelesaian White adalah kembali ke pandangan Santo Fransiskus “mencoba menggantikan ide pemerintahan manusia tanpa batas atas ciptaan dengan ide kesamaan semua ciptaan.”[33]  Fransiskus memandang bahwa semua ciptaan yang bukan manusia sebagai saudara laki-laki dan saudara perempuan.[34]  Santo Fransiskus melihat bahwa alam itu harus dihargai dan dihormati.
Krisis ekologi diciptakan oleh manusia yang kurang menghargai ciptaan dan menganggap alam meupakan di bawah kekuasaannya.  Disinilah peran teologi harus terlihat di mana teologi ekologi menggali kembali refleksi mengenai hubungan Allah dengan ciptaanNya dan peran manusia sebagai citra dan mitra Allah dalam alam semesta.  Penafsiran-penafsiran yang salah mengenai kekuasaan manusia harus dikaji ulang karena banyak bagian Alkitab ynag menghargai alam seperti Mazmur 148:1-13.  inilah peran teologi yaitu memanusiakan manusia untuk mengharagi ciptaan Allah dengan cara mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan.

VI.  Simpulan dan Refleksi Teologis
Manusia sang penghancur alam.  Kata-kata ini akan terus berlanjut apabila manusia semakin banyak merusak alam tanpa memerhatikan keseimbangan.  Jika manusia tidak mulai berubah maka suatu saat manusia tidak akan dapat tinggal lagi di bumu, di mana bumi akan semakin rusak dan tak dapat menghasilkan sesuatu yang berguna bagi manusia.  Maka kita harus bersyukur kalau masih ada manusia yang peduli kepada alam dengan melakukan berbagai cara yaitu mengembangkan teknologi yang ramah lingkungan, pertemuan tingkat dunia yang membahas alam, dsb.
Manusia tidak diciptakan Allah untuk bertindak sewenang-wenang terhadap alam.  Manusia memang penguasa alam tetapi harus berperilaku sebagai penguasa yang sesuai kehendak Allah yang menunjuk manusia sebagai mitraNya.  Allah menciptakan segala suatunya baik (Kejadian 1:31).  Oleh karena itulah. Manusia harus mengingat bahwa segala ciptaan itu diciptakan Tuhan baik, maka manusia harus merawatnya dengan sebaik-baiknya.       


[1] Fuad Amsyari, Prinsip-Prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan (Surabaya: Grasha Indonesia, 1977), 15.
[2] Ibid., 17
[3] Franz Dahler & Eka Budianta, Pijar Peradaban Manusia (Yogyakarta: Kanisius, 2004 cet-5), hal 167.
[4] Ibid., 171.
[5] Ibid., 181.
[6] Robert Patannang Borrong, Environmental Ethics and Ecological Theology: Ethics as Integral Part of Ecosphere from an Indonesian Perspective (Amsterdam:Vrije Universiteit, 2005), 17.
[7] Kompas, 5 Mei 2007 hal 12 dengan judul “Deplu Pertanyakan Data FAO”
[8] Borrong, Op. Cit., 2.
[9] Dahler, Op. Cit., 192.
[10] Lester R. Brown, Masa Depan Bumi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), hal 106.
[11] Ibid., 104.
[12] Borrong, Op. Cit., 9.
[13] Kompas, 23 April 2007 hal 39 dengan judul “Dewan Keamanan dan Perubahan Iklim Global”
[14] Bernadette West, Panduan Pemberitaan Lingkungan Hidup (Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal 155.
[15] Ibid.
[16] Dahler, Op. Cit., 189.
[17] Borrong, Op. Cit, 16.
[18] Dahler, Op. Cit., 215.
[19] Ibid., 218.
[20] Ibid.
[21] Ibid., 219.
[22] Ibid., 220.
[23] Robert P. Borrong, Teologi dan Ekologi: Peran Pendidikan Teologi dalam Mengembangkan Teologi Ekologi (Jakarta: Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, 1998), 8.
[24] Ibid., 10.
[25] Ibid.
[26] Mary Evelyn Tucker & John A. Grim (ed.), Agama, Filsafat, & Lingkungan Hidup (Yogyakarta: Kanisius, 2007 cet-5), 64.
[27] Borrong, Op. Cit., 11.
[28] Ibid.,12.
[29] Ibid., 14.
[30] Ibid., 15.
[31] Tucker, Op. Cit., 262.
[32] Ibid.
[33] Ibid.
[34] Borrong, Op. Cit., 23.

Tidak ada komentar: